Inikah Alasan Warga Indonesia dikenal Malas dari Kebanyakan Warga Negara Lain?

×

Inikah Alasan Warga Indonesia dikenal Malas dari Kebanyakan Warga Negara Lain?

Bagikan berita
foto : ilustrasi Fenomena Alam (NASA)
foto : ilustrasi Fenomena Alam (NASA)

KLIKKORAN.COM - Suatu pemberitaan dari portal Detik menyebut bahwa Indonesia wilayah yang gravitasinya paling kuat.Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari NASA tersebut, jurnalis media tersebut mengungkapkan alasan  orang Indonesia sering rebahan.

Namun akun twitter @Okihita menyebut bahwa, orang Indonesia kebanyakan suka rebahan karena nggak ada musim dingin.Menurutnya, level malas orang Indonesia adalah level sinting karena sering menunda waktu mengerjakan sesuatu.

Seperti contohnya kasus penggunaan kata OTW (On The Way) yang diartikan sebagai tanda seseorang sedang dalam perjalanan.Tapi kebanyakan orang Indonesia menyampaikan ia sedang otw kepada temannya, bahkan ketika ia baru membuka mata saat bangun tidur.

Kasus lainnya seperti janjian yang molor, ketika disepakati datang pukul 3 sore eh malah telat hingga pukul 5 sore.Sudah tidak asing istilah "Jam Indonesia" di tongkrongan karena kebiasaan telatnya yang sudah mendarah daging.

Tweet @Okihita

Di wilayah bermusim-dingin, orang yang nggak punya rumah atau cadangan makanan akan cepat mati.

Siklus ini berulang ratusan tahun. Jadi, orang-orang yang variasi genetiknya "malas" atau "tidak bersemangat" lebih cepat punah.Di wilayah tropis non-perkotaan, orang-orang males itu tetap bisa hidup. Bisa mancing, ke hutan metik buah. Bisa nanem makanan.

Ia berpendapat bahwa orang-orang tropis itu punya kecenderungan buat males-malesan, secara genetik.Bagi penghuni area tropis—khususnya daratan subur—konsep "masa depan" itu aneh dan asing. Istilah "masa depan" itu sendiri jarang dipakai.

Mikirnya, "Aku kegiatannya gini-gini doang, tetap bisa hidup kok. Lapar, ya tinggal jalan dikit, dapat makanan. Ngapain mikirin masa depan?"https://twitter.com/Okihita/status/1464132201210007552?s=20

Kemudian @Okihita mendapat sanggahan berupa teori yang menyebut bahwa semua manusia adalah satu spesies yaitu Homo Sapiens.Ia kemudian mencontohkan pada variasi anjing bernama "Canis familiaris", sekitar 200 variasi genetik anjing yang diberi nama oleh manusia.

Sementara, spesies Homo sapiens dengan variasi-genetik ini biasanya diamati lewat perilaku bayi yang dipelajari dalam ilmu Behavioural Genetics.Berdasar kesepakatan berbagai ilmuwan, 20–60% temperamen di manusia itu dipengaruhi oleh faktor genetik.

Editor : Saridal Maijar
Sumber : 32823
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini