Omnibus Law Itu Apa? Kenapa Bikin Gempar Masyarakat?

×

Omnibus Law Itu Apa? Kenapa Bikin Gempar Masyarakat?

Bagikan berita
Infografik: Apa Itu Omnibus Law? (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Infografik: Apa Itu Omnibus Law? (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Infografik: Apa Itu Omnibus Law? (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo) Infografik: Apa Itu Omnibus Law? (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Politik - Indonesia tengah ramai memperbincangkan pengesahan keputusan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), pada Senin (5/10/2020) terkait Cipta Kerja Buruh, atau yang lebih dikenal dengan istilah Omnibus Law.

"Omnibus Law berisi UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM, yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU." Jokowi, (22/10/2019).

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Savitri, "Omnibus law adalah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar di suatu negara, dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran."

Baca juga : Ini Dia Hubungan Partai Garuda dengan Gerindra

Pengesahan tersebut ditolak masyarakat melalui berbagai platform media sosial, karena dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh. Berikut isi pasal-pasalnya,

  1. Kontrak Tanpa Batas

(Pasal 59) UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

  1. Hari Libur Dipangkas

(Pasal 79) Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Editor : Saridal Maijar
Sumber : 275
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini